Kasus Perampasan Anak di Makassar, Pekerja Wanita Tuntut Keadilan
Swara Ham Indonesia News,Com.Makassar
Makassar – Seorang Pekerja Perempuan di Makassar, Tanti, menuntut keadilan atas dugaan perampasan anak yang diduga dilakukan oleh atasannya sendiri, seorang pengusaha keturunan Tionghoa, saat ia bekerja di perusahaan pialang PT Midtau.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polrestabes Makassar dengan Nomor Laporan Polisi: STBL/410/III/2024/POLDA SULSEL/RESTABES MKSR, tertanggal 3 Maret 2024, terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun, hingga kini, lebih dari setahun setelah pelaporan, belum ada kejelasan penanganan dari pihak kepolisian.
Saat ditemui di Warkop M29 pada 23 April 2025, Tanti menjelaskan kronologi kejadian. Ia mulai bekerja di PT Midtau pada Juni 2020 dan ditempatkan di bawah tim Rusdianto alias Fery, yang saat itu diketahui belum memiliki anak.
“Dia (Rusdianto) pernah bercerita kalau dulu sempat mengambil anak orang, tapi kemudian dikembalikan. Waktu itu saya hanya dengar saja,” ungkap Tanti.
Beberapa waktu kemudian, Rusdianto mulai menunjukkan perhatian terhadap anak Tanti yang baru berusia 3 bulan. Dengan dalih simpati karena Tanti telah berpisah dari suaminya dan membesarkan anak seorang diri, Rusdianto menawarkan diri untuk “mengadopsi” sang anak. Tanti menolak adopsi permanen tersebut.
“Saya bilang tidak mau diadopsi. Tapi dia bilang, ini hanya untuk pancingan agar istrinya bisa cepat hamil. Karena itu, saya izinkan anak saya dibawa selama dua hari,” tuturnya.
Namun, dua hari berubah menjadi seminggu, lalu sebulan, hingga akhirnya Tanti merasa hak asuh anaknya dirampas. Setiap kali meminta anaknya kembali, Rusdianto selalu berdalih, “Istriku sudah terlalu sayang dengan anak itu, dan banyak orang sudah tahu kalau dia tinggal bersama kami,” ujar Tanti menirukan ucapan atasannya.
Yang lebih mengejutkan, Tanti kemudian mengetahui bahwa akta kelahiran anaknya telah diterbitkan dengan nama orang tua palsu, yaitu Rusdianto dan istrinya. Surat keterangan lahir yang digunakan pun berasal dari Rumah Sakit Daya Makassar, yang diduga palsu.
“Saya kaget karena nama saya tidak ada di akta itu. Saya tahu setelah menanyakan langsung ke staf di tim saya,” ungkapnya.
Tanti menuturkan bahwa Rusdianto berdalih bahwa saya hanya menikah secara siri, maka secara hukum lebih baik jika anak tersebut dicatat sebagai anak sah dari dirinya dan istrinya.
Jupri, seorang pemerhati sosial di Makassar, menilai kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh atasan terhadap pekerja perempuan, khususnya mereka yang berada dalam posisi rentan.
“Jika benar dugaan pengusaha ini memanfaatkan posisinya untuk mengambil alih hak asuh anak secara sepihak, maka ini adalah bentuk penindasan terselubung. Ini bukan sekadar konflik personal, tapi menyangkut hak asasi dan identitas anak dan perempuan,” tegas Jupri.
Ia juga memperingatkan bahwa kasus ini berpotensi memicu konflik horizontal yang dapat berkembang menjadi gerakan solidaritas di kalangan kaum buruh. Ia mendesak aparat penegak hukum—kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan—untuk bertindak profesional dan berpihak pada korban.
Sementara itu, Ketua TRC (Tim Reaksi Cepat) UPTD PPA Kota Makassar, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada 23 April 2025, menyatakan keprihatinannya atas kasus ini dan menegaskan komitmen untuk mengawal proses hukum.
“Kami melihat ada unsur eksploitasi psikologis terhadap seorang ibu dalam kondisi rentan. Negara tidak boleh abai terhadap perlindungan perempuan dan anak,” tegasnya.
Pihak TRC UPTD PPQ Makassar juga menyoroti pentingnya keterlibatan lintas sektor, dari kepolisian, kejaksaan, hingga instansi sosial dan kependudukan, untuk mengusut dokumen akta kelahiran yang dibuat tanpa persetujuan orang tua kandung dan tanpa putusan pengadilan.
“Kami siap mendampingi Ibu Tanti dan mendorong agar kasus ini menjadi prioritas. Ini bukan semata-mata kasus pribadi, melainkan isu kemanusiaan dan perlindungan anak. Bila aparat penegak hukum tidak bertindak cepat dan berhati-hati, konflik bisa meluas,” tambahnya.
Adapun perkembangan terbaru, berdasarkan surat resmi dari Polrestabes Makassar Nomor: B/270/IV/Res.1.24/2025/Reskrim tertanggal 23 April 2025, disebutkan bahwa penyidik menjadwalkan gelar perkara khusus di Polda Sulawesi Selatan pada Kamis, 24 April 2025, untuk mendalami laporan Tanti terhadap Rusdianto.
Tanti berharap keadilan bisa ditegakkan demi masa depan anaknya. “Kalau masyarakat tidak bisa mendapatkan keadilan setelah melapor, buat apa ada polisi? Polisi itu abdi masyarakat. Harusnya dengar jeritan kami,” pungkasnya.!.
Posting Komentar untuk "Kasus Perampasan Anak di Makassar, Pekerja Wanita Tuntut Keadilan "