🔊 Dalam menjalankan tugas jurnalistik, seluruh wartawan media online Swara HAM Indonesianews.com dibekali dengan Tanda Pengenal. Harap tidak melayani oknum-oknum yang mengatas namakan media online Swara HAM Indonesianews.com tanpa dilengkapi Tanda Pengenal           🔊 Segala tindakan pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh wartawan Swara HAM Indonesianews.com menjadi tanggaungjawab yang bersangkutan

Lambannya Penanganan Kasus Perampasan Anak di Unit PPA Polrestabes Makassar Picu Kecaman dan Ancaman Isu Rasial*

Swara Ham Indonesia News,Com.Makassar

 

Makassar--Lambatnya penanganan kasus perampasan anak oleh seorang warga keturunan Tionghoa di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar menuai kecaman.

Korban (Tanti), dan pengamat sosial, Jupri, turut menyuarakan keprihatinan atas proses hukum yang dinilai lamban dan tidak profesional. Jupri bahkan memperingatkan potensi meledaknya isu rasial jika pelaku tidak segera ditahan.

Jupri menilai lambannya penanganan kasus ini sebagai cerminan kelemahan sistem perlindungan hukum anak di Indonesia.  Ia menekankan bahwa alasan libur Lebaran tidak dapat membenarkan lambannya proses hukum yang menyangkut keselamatan anak.

"Kasus ini melibatkan anak sebagai korban yang sangat rentan," tegas Jupri saat ditemui di sebuah warung kopi di Jalan Veteran, Makassar, pada 15 Maret 2025.  Lebih lanjut, ia menambahkan kekhawatirannya akan potensi konflik sosial yang dipicu oleh lambannya penanganan kasus ini, khususnya mengingat latar belakang etnis pelaku.  

"Kita tidak ingin melihat terulangnya kejadian serupa di masa lalu akibat lambannya aparat kepolisian merespon laporan masyarakat."  Dalam kasus Tanti ini, sudah sangat jelas pelaku merupakan warga keturunan Tionghoa, dan lambannya proses hukum ini berpotensi memicu sentimen negatif dan konflik antar etnis," ujar Jupri.

Jupri juga menyoroti dugaan pelanggaran etika oleh aparat kepolisian, termasuk pertanyaan-pertanyaan pribadi yang tidak relevan diajukan kepada pelapor, serta minimnya langkah konkret dari Unit PPA.  Seharusnya, anak tersebut segera diamankan setelah laporan kekerasan dan perampasan anak diterima.

Tanti, melalui sambungan telepon selulernya (15/3/25), menyampaikan keberatan atas lambannya penanganan kasusnya.  Kasus yang telah dilaporkan sejak Maret 2024. Proses penetapan tersangka ditunda sementara waktu, menunggu putusan gugatan perdata yang diajukan oleh Ferry Rusdianto.

Lebih lanjut, Tanti dipanggil kembali pada 5 Maret 2025 untuk dimintai keterangan tambahan, diperiksa ulang, dan diminta membawa dokumen penting yang dibutuhkan.  Penyidik beralasan pemanggilan tersebut disebabkan SPDP yang dikirim ke Kejaksaan sudah lama dan harus diperbaharui.

Tanti menduga adanya unsur kesengajaan dalam lambatnya penanganan laporan ini dan mencurigai adanya permainan dalam proses hukum.  Kekecewaan dan kecurigaan Tanti memperkuat kritik terhadap kinerja Unit PPA Polrestabes Makassar dan menimbulkan pertanyaan tentang komitmen penegak hukum dalam melindungi hak-hak anak.

China ini pak yang rampas anakku, aslina uang na uang. Anakku tongmi na rampas baru na gugat perdataka bersama penyidik ppa polrestabes makassar, kalau uangmu berputar di penyidik atau kanit ppa polrestabes makassar, kenapa saya juga dia gugat, ada apakah dengan semuanya ini, saya cuman ingin anakku di kembalikan makanya saya lapor kepolisi. Ungkapnya dengan penuh amarah

Jupri juga mengkritik upaya pengalihan fokus kasus dari ranah pidana ke perdata.  "Kasus ini jelas pidana karena melibatkan perampasan anak dan kekerasan.  Mengapa harus menunggu keputusan perdata? Aparat harus memahami perbedaan antara kasus pidana dan perdata," jelasnya.  Ia juga menyoroti dugaan upaya suap dari terlapor, yang menurutnya merusak kepercayaan publik terhadap penegak hukum.

Kasus ini dilaporkan dengan nomor laporan polisi LP/410/III/2024/POLDA SULSEL/RESTABES MKS tertanggal 3 Maret 2024.  Peristiwa perampasan anak terjadi pada November 2020 di kecamtan Tamalate kota makassar, dengan terlapor atas nama Ferry Rusdianto.

Polrestabes Makassar telah mengeluarkan SPDP bernomor SPDP/284/VI/RES.1.24/2024/Reskrim tertanggal 26 Juni 2024 atas dugaan tindak pidana "Barang Siapa" yang dengan sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur dari kekuasaannya (Pasal 330 ayat (1) KUHP).

Jupri menekankan pentingnya kehadiran negara untuk melindungi hak-hak anak dan memberikan keadilan bagi korban.  "Kasus ini tidak boleh menjadi preseden buruk dalam perlindungan perempuan dan anak.  Penegak hukum harus tegas, transparan, dan mengutamakan kepentingan korban," Apalagi baru - baru ini viral Kanit PPA Polrestabes Makassar dimedsos, pungkasnya.(Restu)

Posting Komentar untuk "Lambannya Penanganan Kasus Perampasan Anak di Unit PPA Polrestabes Makassar Picu Kecaman dan Ancaman Isu Rasial*"