Jacob Ereste : *Heroisme Dari Sosok Laksamana Keumalahayati Hingga Marsinah Yang Perlu & Patut Direnungkan Pada Setiap Hari Ibu, 22 Desember
Swara Ham Indonesia News,Com
Sosok kepahlawanan Marsinah -- seorang buruh wanita Indonesia dari Sidoarjo Jawa Timur -- patut dikenang dan direnungkan dalam rangka perayaan hari ibu pada 22 Desember 2024, setelah Indonesia merdeka yang menghadapi masalah dengan bangsanya sendiri. Jadi sosok pejuang kaum wanita Indonesia yang gigih dan perkasa, tidak saja telah ditandai oleh Laksamana Laut Keumalahayati, keluarga dari Kesultanan Aceh, Sultan Salahuddin Syah, hingga mampu memimpin Inong Balee (janda pejuang) lebih dari 2.000 orang yang penuh nyali siap mati pada kisaran 1. Januari 1550 hingga meninggal pada 30 Juni 1615, saat berperang melindungi Teluk Krueng, Aceh dari serangan bangsa Portugis.
Selain Laksamana Keumalahayati jauh sebelum Indonesia merdeka, cukup banyak tokoh wanita Indonesia yang hebat dan tangguh, seperti Nyi. Ageng Serang, Tjut Nya Dhien, Tjut Meutia, Ida. Dewa Agung Jambe, Ratu Kalinyamat, Martha Christina Tiahatu, Andi Depu Maraddia Balanipa, hingga Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Rasuna Said, Siti Latifah Herawati Diah, Nyi Mas Melati serta tokoh wanita perkasa Indonesia lainya.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia pada setiap tanggal 22 Desember ditetapkan atas dasar pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Gedung Dalem Raden Temenggung Joyodipuro, Ngayogyakarta Hadiningrat. Dari kongres inilah terbukanya kesadaran kolektif tentang pentingnya peran perempuan dalam pembangunan bangsa dan negara serta memperjuangkan hak-hak kaum perempuan Indonesia yang berdatangan dari seluruh pelosok Indonesia. Sehingga cermin dari keinginan bersatu jelas telah ikut mendorong terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk merdeka dan memberantas kemiskinan dan kebodohan untuk memakmurkan kehidupan rakyat yang sejahtera dan berkeadilan.
Begitulah gistorinya peringatan Hari Ibu terhadap peran dan perjuangan kaum perempuan dalam kemerdekaan serta keikutsertaan membangun bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan, kemiskinan dan kebodohan yang sesungguhnya tidak hanya dialami oleh perempuan Indonesia, tetapi juga dirasakan oleh seluruh warga bangsa Indonesia secara keseluruhan tanpa kecuali.
Fenomena itulah yang diperjuangkan oleh Marsinah setelah Indonesia merdeka bersama aktivis serta tokoh kaum buruh hingga tewas dengan sangat tragis pada peristiwa kekejaman yang dilakukan aparat di penghujung masa kekuasaan Orde Baru sebagai pekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS). Sejak peristiwa itu, Marsinah tidak lagi bisa dipantau keberadaannya pada 6 Mei 1993 setelah menyatroni Kodim Sidoarjo di Jawa Timur.
Kronologis peristiwa kematian Marsinah, bermula dari aksi unjuk rasa yang dilakukannya bersama aktivis dan kawan-kawan buruh pada 3-4 Mei 1993 di pabrik tempatnya bekerja, PT. CPS yang menaikkan upah buruh sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur, No. 50 Tahun 1992. Seusai unjuk rasa, Selasa sore, 4 Mei 1993, Kodim Sidoarjo melayangkan surat panggilan terhadap 13 kawan-kawan Marsinah -- yang dianggap dedengkot pada aksi unjuk rasa itu -- untuk hadir pada tanggal 5 Mei 1993. Panggilan Kodim Sidoarjo itu mereka penuhi, namun hasilnya ke 13 rekan Marsinah itu menyatakan mundur sebagai pekerja dari PT. CPS. Pihak Kodim Sidoarjo sendiri mengaku tidak melakukan pemaksaan terhadap pengunduran diri para aktivis dan tokoh buruh itu. Karena Marsinah sendiri ingin memastikan informasi dari kawan-kawannya itu, dia mencari tahu dengan mendatangi Kodim setempat. Namun sesampainya di Kodim, dia memperoleh penjelasan bahwa semua teman-teman buruh itu sudah pulang.
Tak puas dengan keterangan dari pihak Kodim Sidoarjo ini, Marsinah berusaha mencari semua teman buruhnya itu hingga menjumpai 4 orang diantaranya bahwa mereka telah diberhentikan, karena dianggap menjadi motor penggerak aksi unjuk rasa pada 3-4 Mei 1993 di tempat mereka bekerja, PT. CPS, Sidoarjo. Karena itu, Marsinah meminta semua berkas, termasuk surat panggilan dari Kodim Sidoarjo itu untuk melengkapi bukti protes yang akan dia lakukan esok hari. Seusai bertemu rekannya, dia lantas ke luar rumah kontrakannya untuk mencari makan. Setelah itu, keberadaan Marsinah menjadi gelap hingga jenazahnya baru bisa ditemukan dua hari kemudian -- 8 Mei 1993 -- di sebuah gubuk di pinggir hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
Sejak berita kematian Marsinah tersiar luas, respon pertama yang muncul dari aktivis buruh dan serikat buruh di Jakarta, kesaksian tertulis dalam bentuk puisi perlawanan "Surat Cinta Kepada Marsinah" pada 14 Mei 1993 (baca Jacob Ereste) saat SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang terbilang fenomenal semasa keganasan kekuasaan Orde Baru) tertulis saat bermarkas di Jalan Kayu Ramin, Hutan Kayu, Jakarta Timur.
Kisah heroik Laksamana Keumalahayati hingga Marsinah, tinggal kenangan yang patut menjadi bahan renungan saat memperingati Hari Ibu pada setiap 22 Desember setiap tahun di Indonesia.
Banten, 18 Desember 2024
Posting Komentar untuk "Jacob Ereste : *Heroisme Dari Sosok Laksamana Keumalahayati Hingga Marsinah Yang Perlu & Patut Direnungkan Pada Setiap Hari Ibu, 22 Desember"