🔊 Dalam menjalankan tugas jurnalistik, seluruh wartawan media online Swara HAM Indonesianews.com dibekali dengan Tanda Pengenal. Harap tidak melayani oknum-oknum yang mengatas namakan media online Swara HAM Indonesianews.com tanpa dilengkapi Tanda Pengenal           🔊 Segala tindakan pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh wartawan Swara HAM Indonesianews.com menjadi tanggaungjawab yang bersangkutan

Jacob Ereste : *Kitab I La Galigo Yang sarat Bernilai Sastra dan Mantra*

Swara Ham Indonesia News,Com

Menurut ahli bahasa dan sastra Bugis yang telah menyusun naskah I La Galigo, sebagai karya sastra terbesar di dunia, dan diakui UNESCO sebagai warisan dunia dalam Memory of The Word (MOW-UNESCO) teregister secara resmi pada 27 Juli 2011. Selain diakui sebagai karya sastra terbesar di dunia, I La Galigo juga dianggap  sebagai kitab suci bagi Towani Tolotang,  suatu aliran kepercayaan tradisi masa lampau yang memahami hubungan kausalitas Pencipta dengan Ciptaannya dan alam jauh sebelum adanya agama Samawi masuk ke Nusantara.

Awal mula kisahnya I La Galigo dimulai dari Batara Guru yang diutus oleh ayahnya yang bergelar Patotoe untuk menata peradaban di dunia tengah (Alekawa) yang terletak di wilayah Kabupaten Luwu Timur hingga berjuluk Bumi Batara Guru sampai sekarang.

Anak keturunan Patotoe yang menjadi semacam kisah sentral dalam epos I La Galigo berkisah tentang Batara Guru, Batara Lattu, Sawerigading, I La Galigo, Simpurusiang, Anakaji dan kisah pelengkap lainya sebagai orang Luwu yang terbilang dalam kelompok etnolinguistik yang juga berasal dari Sulawesi Selatan dengan identitasnya yang khas karena memiliki bahasa sendiri..

Tradisi demokrasi pun -- meski ketika itu  tidak disebut dengan istilah demokrasi -- telah termanifestasi kan lewat instrumen Kedatuan Luwu (Pemerintahan), sehingga semua kebijakan yang akan diputuskan selalu melalui forum musyawarah dan mufakat bersama Datu ( Raja) dengan para tokoh dan pemangku adat setempat.

Karena itu muatan nilai-nilai kearifan suku bangsa Nusantara yang terurai dalam kitab I La Galigo dapat dikatakan meliputi seluruh aspek kehidupan sehingga sebagian dari naskah I La Galigo yang sudah mampu dikumpulkan berjumlah 6.000 halaman folio yang memuat sekitar 50 baris dengan jumlah suku katanya antara 10 sampai 15. Artinya, isi Kitab I La Galigo yang sudah terkumpul ini memiliki 300.000 baris panjangnya. Maka itu dari seperti jumlah halaman yang sudah terhimpun ini, bandingannya tidak kurang dari satu setengah kali lebih panjang dari epos Mahabarata yang jumlah barisnya antara 160.000 hingga 200.000 saja.

Setelah 122 tahun kemudian -- sejak dikumpulkan pada tahun 1879 -- cetakan  transkipsinya jilid ke-1 pada tahun 1994 segera disusul dengan jilid ke-2 pada tahun 2.000. Yang miris, kedua jilid kita I La Galigo ini justru  diterbitkan atas sponsor Koninklujk Institut voor Taal Landen Volkenkunde (Institut Kerajaan untuk Bahasa dan Budaya Negeri Belanda.

Isi kitab I La Galigo biasanya dibacakan pada upacara adat yang dianggap sakral dan memiliki makna penting bagi warga yang mendengar dan menyimak makna yang tersirat di dalamnya. Adapun cara melakukan naskah I La Galigo dalam bahasa Bugis yang disebut Laoang yang dilantunkan oleh seorang pencerita tanpa membaca naskah. Karena memang awal mulanya naskah I La Galigo adalah mantra yang indah sastranya dilakukan secara lisan. Baru dalam perkembangan berikutnya naskah I La Galigo ini ditulis dan disusun menjadi sebuah Al kitab yang sangat dipercaya memiliki muatan dan kekuatan magis yang kuat.

Tangerang, 29 September 2024

Posting Komentar untuk "Jacob Ereste : *Kitab I La Galigo Yang sarat Bernilai Sastra dan Mantra*"