MANUSIA KERDIL* Oleh : H. Ahmad Saransi
Swara Ham Indonesia News,Com Soppeng 13/02/2024
1. Pidato Muhammad Hatta waktu berkunjung ke Soppeng (foto atas)
2. Penyambutan Bung Hatta ketika beliau kunjungan kehormatan Datu Soppeng di Salassaè Soppeng.
Memburuknya karakter dan praktik kenegarawanan yang kita saksikan secara gamblang hari-hari ini adalah contoh yang parah dari privatisasi kehidupan politik ini. Praktik penyalahgunaan kuasa dan fasilitas negara dan rekayasa hukum oleh penguasa otokratik _(autocratic legalism)_ telah terjadi secara kasar dan terang-terangan.
Kini, kita telanjur menjadi saksi sejarah bahwa spirit Republik telah pudar dan hilang dalam kuasa manusia yang berjiwa kerdil.
Mengutip kegelisahan Mohammad Hatta (1902-1980), pendiri dan proklamator Republik, yang menulis, ”Suatu
masa yang besar telah dilahirkan oleh abad, tetapi masa besar itu menemui
manusia kerdil” .Hatta, yang mengutip kata-kata itu dari pujangga Jerman, Johann Christoph Friedrich von Schiller (1759-1805), merasakan kebenarannya, ketika di era tahun 1950-1955, di satu sisi, melihat perkembangan pembangunan Indonesia, dan di sisi lain juga melihat kemunculan politisi-politisi berpikiran praktis, yang suka melakukan politisasi di berbagai bidang kehidupan sosial (Feith, 2007).
’Manusia kerdil’ menunjuk pada orang-orang yang masuk ke sistem demokrasi negara republik, tetapi mereka tak tahu, apa itu hakikat ’republik’, yang berarti ’kepentingan umum’ _(res publica)_, bukan kepentingan sekelompok orang atau golongan, apalagi keluarga.
’Manusia kerdil’ tidak akan menjadi seorang pemimpin demokratis kendati ia hidup di dalam negara republik yang demokratis. Manusia kerdil yang muncul dari keserakahan itu menunjuk pada fenomena yang sama: manusia yang ditaklukkan dan dikalahkan oleh ego dirinya sendiri; manusia yang tak kuasa memunculkan pijar-pijar keutamaan. Sampai hari ini, ternyata manusia-manusia kerdil masih memegang tampuk-tampuk kepemimpinan nasional.
Lawan dari manusia kerdil adalah manusia utama, manusia berjiwa besar, manusia mulia, manusia bermartabat. Di manakah manusia-manusia mulia itu bisa kita temukan dalam rentang sejarah Indonesia? Apakah dalam Pemilu 2024 nanti, kita bisa mendapatkan kembali kemampuan kita untuk bertindak, untuk memilih secara rasional, dan tanpa rasa takut akan arah yang harus kita ambil, karena, seperti yang ditulis oleh penyair Spanyol, Antonio Machado (1875-1939), _”
*_”Hai pejalan kaki, tidak ada jalan; jalan itu harus dibuat dengan berjalan”_*.
--------------Andi Rosha
Posting Komentar untuk "MANUSIA KERDIL* Oleh : H. Ahmad Saransi"