Ayo lestarikan budaya malu memakai bukan pada tempatnya.dan kembali keaturan dan Sejarahnya.
Swara Ham Indonesia News.Com,Soppeng 19/10/2022.a
Adat budaya pemakaian songkok pamiring,dan sesuai sejarahnya,hanya bisa tercapai jika kita memiliki "rasa malu" dalam artian malu memakai bukan yg berhak sesuai sejarah warisan leluhur kita bersama.
Bismillah, Assalamualaikum wr wb, Tabeku Maraja. "(Adat) Budaya, Adalah sebuah Kebiasaan atau tradisi yang di wariskan secara turun temurun oleh leluhur, di mana leluhur ini mewariskan sebuah kearifan bagi generasinya, untuk kedepan,."
(Puekku Andi Baso Bone Mappasissi)
Adat Budaya; Songkok Pamiring Mpulaweng, Adalah salah satu ciri khas atau kearifan lokal, jati diri, kebesaran dan kekayaan kita, hal yang membedakan kita dari bangsa lain dan hakikatnya hal tersebut tidak bermaksud membeda-bedakan manusia dari sisi pandang harkat dan martabat kemanusiaan. Akan tetapi hal demikian hadir sebagai hasil kesepakatan "Asimaturuseng" seluruh kalangan dari masa lalu "To Mariolota", demi mewujudkan "tarattE'" (ketertiban) dalam kehidupan masyarakat yang berperadaban.
ATURAN PEMAKAIAN SONGKOK PAMIRING
Sebelumnya mari kita membaca pesan Raja Bone ke-31 tentang songkok: Makkedairitu Puwatta La Pawawoi Mangkau Bone Ke-31 kepada pasukannya ketika akan diasingkan ke Jawa;
"niga-niga natoppoi songkoq (recca) naninirini gau salaE sibawa pappEsangkana Alla Taala". (Barangsiapa memakai songkok (recca) mereka senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela begitupun larangan Allah Subahanahu Wa'taala).
Puekku alm,. Andi Mappasissi Petta Awangpone (Ketua Adat Bone sebelumnya) salah satu tokoh adat budaya yang saat itu menjadi Pemangku Adat Bone, pernah mengatakan, bahwa dulu songkok berhias emas sungguhan hanya digunakan oleh raja, pembesar, dan keluarga bangsawan. Rakyat biasa enggan menggunakannya sekalipun punya uang untuk membuat songkok berbalut emas.
Kalaupun ada orang kaya yang bukan keluarga raja atau bangsawan yang menggunakan songkok berbalut emas, kadar emasnya tak boleh melebihi kadar emas songkok yang dikenakan raja. Dengan kata lain, susunan anyaman emas di bagian sekeliling songkok tak boleh lebih tinggi daripada yang dimiliki raja.
Mengenai aturan pemakaian, dibagi menjadi beberapa golongan seperti bagi bangsawan tinggi berstatus atau berkedudukan sebagai raja dari kerajaan besar dan bagi anak raja yang berasal dari keturunan Maddara Takku (berdarah putih/ bangsawan), anak Mattola, dapat menggunakan songkok pamiring yang seluruhnya terbuat dari emas murni atau dalam istilah bugis Ulaweng bubbu.
Bagi bangsawan lainnya diperkenangkan memakai songkok pamiring dengan lebar emasnya tiga perempat dari tinggi songkok (topi), bagi Arung Matola Menre, anak Arung Manrapi, dan anakarung dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emasnya tiga perlima tinggi songkok.
Bagi golongan Rajeng Matasa, Rajeng Malebbi dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emas setengah dari tinggi songkok, golongan dari anak Arung Sala, dan anak Cera dapat memakai songkok pamiring dengan lebar emas seperempat dari tinggi songkok pamiring.
,.
Letak Dan Tata Cara Pemasangan;
SEajing Arungna DatuE (kerabat Raja) dan Toaccana DatuE (cendekiawan-nya Raja). Golongan ini memiringkan songkok atau destarnya ke kanan. Khusus bagi destar, jumbai pengikatnya terpasang disebelah kanan.
Towaraninna DatuE (kaum Pemberani-nya Raja) atau Pakkannana DatuE (ksatria-nya Raja) atau Toddoqpulina DatuE (pahlawan-nya Raja). Kaum ini memiringkan songkok ke sebelah kiri dan pengikat destarnya terletak pada sebelah kiri.
Ata ribolanna DatuE (Abdi Setia Istana), termasuk Kamoqna ArungngE (lelaki saudara sesuan dengan Datu ataupun Bangsawan), memasang Songkok atau Destar (passapu) jatuh kebelakang. Pengikat destarnya diletakkan dibelakang pada bagian tengkuk (massio cekkong).
Satu-satunya golongan yang "terbebas" dari ketiga etiket letak dan tata cara pemasangan penutup kepala ini adalah To Panrita (Ulama) yang terdiri dari Puang Kali (kadhi) dan Petta Passongko’E (Imam Khusus bagi Raja) serta Puang AnrEguru (Tuan Guru).
Khusus bagi seorang Raja (Datu), senantiasa mengenakan penutup kepala dalam posisi tegak. Ada kalanya seorang seorang Raja Bugis mengenakan Sorban dan Passapu (destar) ataupun bahkan “siga” (destar khas suku Kaili). Namun pada pemasangan destarnya, simpul pengikat dan jumbainya (jombEna) diselipkan pada pinggir destarnya tersebut.
KAPANKAH SONGKOK ADAT INI MULAI DICIPTAKAN?
Salah satu pijakan awal yang bisa dijadikan dasar adalah pada periode pemerintahan We Fatimah Banri raja Bone ke 30 (1871 – 1895). Disebutkan dalam catatan sejarah bahwa pada masa pemerintahan beliau terjadi perang di Toraja antara pedagang kopi dari aliansi Sidenreng - Sawitto dengan aliansi pedagang kopi dari Luwu - Bone. Perang ini terkenal dengan nama perang kopi (1889 – 1890). Karena aliansi pedagang kopi dari Luwu - Bone sudah terdesak dari aliansi pedagang kopi Sidenreng - Sawitto maka dalam perang kopi tersebut datanglah ke Tana Toraja pasukan kerajaan Bone yang dipimpin langsung oleh panglima perangnya yang bernama Petta Ponggawae La Pawowowi (saudara kandung We Fatima Banri) untuk membantu Pedagang-pedagang dan tentaranya yg sudah mendapat tekanan.
Kedatangan pasukan Petta Ponggawae ke Tana Toraja itu terkenal dalam sejarah Toraja dengan masuknya Songkoq Barrong (Topi merah) karena semuanya memakai topi merah. Pemakaian songkok ini memiliki muatan religus untuk menangkal roh-roh jahat yang dapat mengganggu pasukan kerajaan Bone pada saat itu. Mengenai bentuk topi merah itu dan bagaimana bahannya tidak diperoleh informasi. Namun nanti kelihatan bentuk dan bahannya pada tahun 1905 sebagaimana songkok adat yang dipakai oleh raja Bone ke-31 La Pawawoi Karaeng Sigeri (1895 – 1905). Dimana bentuknya tidak terlalu tinggi dan tengahnya berbentuk lancip (mirip songkok Turki). Sedangkan benang emas yang dipergunakan kelihatannya tidak terlalu tebal /tinggi.
(H. Andi Ahmad Saransi).
Seiring dengan perkembangnnya, pada masa pemerintahan Raja Bone ke 32 Andi Mappanyukki (1931 – 1946) terjadi perubahan yang sangat mendasar, perubahan itu dapat dilihat, dari segi ukurannya sudah berubah menjadi agak tinggi begitupun juga benang emasnya. Sedangkan bagian tengahnya mengalami pula perubahan, semula bentuknya lancip sekarang menjadi rata. Sedangkan pemakainya tidak terbatas lagi pada suku dan daerah tertentu saja tetapi sudah dijadikan simbol songkok adat di Sulawesi Selatan Tenggara walaupun namanya berbeda-beda. Seperti dikalangan kalangan bangsawan Mandar songkok ini dikenal dengan nama songkok biring begitupun bagi kalangan bangsawan Makassar dikenal dengan nama Songkok Guru bahkan kesultanan Buton memakainya pula sebagai songkok adat.
(H. Andi Ahmad Saransi).
.
Seiring dengan perkembangan di masyarakat, hal ini tidak lagi dipandang, semua lapisan masyarakat boleh memakainya.
Keistimewaan itu akan tampak jika songkok ini berada diatas kepala orang-orang atau tokoh penting dan terkenal, pejabat, keturunan bangsawan, orang-orang kaya, dan semacamnya hanya saja yang akan menjadi perbedaan adalah wibawa si pemakai.
Songkok pamiring bukan lagi milik para raja atau kaum bangsawan, namun bagi mereka yang mengerti akan filosofi songkok pamiring, tidak akan sembarangan memakainya. Selain menunjukkan karisma pemakainya, songkok pamiring juga menunjukkan siapa sebenarnya orang yang memakainya.
Di masa lalu "masa kerajaan" hal-hal tersebut ada aturannya "bicara", sehingga ia di katakan Adeq. Adapun masa kini, karna ia tidak memiliki undang-undang/peraturan sehingga terjadilah pergesaran (orang seenaknya) maka hal demikian sebenarnya tidaklah lagi pantas di sebut adat budaya, seperti yang di nyatakan dalam lontaraq;
"Patampuengengngi nariyaseng Adeq iyanaritu// Engka warina // Engka Tuppuna // Engka Rapangna // Engka Bicaranna" (bahwa sesungguhnya terdiri dari kesatuan empat hal sehingga disebut sebagai adat, yaitu // Memiliki tatanan (pranata/trata sosial) // memiliki keselarasan // memiliki sejarah (pengandaian/pengibaratan)// memiliki hukum tertulis/Undang-Undang/Peraturan).
Maka untuk menyelamatkan adat budaya kita, harta karun kita, supaya betul-betul bisa di sebut adat buday, mari kita bersama-sama mencari serpihan-serpihan dan menyatukannya sehingga dapat di buatkan aturan yang baku oleh para pemangku adat...
PYM Andi Faisal Andi Sapada To Appatunru, YM Andi Baso Bone Mappasissi, YM Syarifa Warda Nelly ,YM Andi Maisara Andi Dewabrata Achmad, YM Andi Emmy Maisuri, YM Bau Bayu Al-Ghazali Sulaiman Mallingkaan, YM Andi Surya Hadiningrat, PYM Andi Irfan Mappaewang, YM Star Yurisman
#AddatuangSidenreng #Sidenreng #Bone #Sulsel #Celebes #AdatBudaya ,(oleh Junaidi Purnama,SHI)
Posting Komentar untuk "Ayo lestarikan budaya malu memakai bukan pada tempatnya.dan kembali keaturan dan Sejarahnya."