🔊 Dalam menjalankan tugas jurnalistik, seluruh wartawan media online Swara HAM Indonesianews.com dibekali dengan Tanda Pengenal. Harap tidak melayani oknum-oknum yang mengatas namakan media online Swara HAM Indonesianews.com tanpa dilengkapi Tanda Pengenal           🔊 Segala tindakan pelanggaran Hukum yang dilakukan oleh wartawan Swara HAM Indonesianews.com menjadi tanggaungjawab yang bersangkutan

Bagaimana Peluang Partai Berkarya Pada Pemilu 2024 Dibalik Kemelut



Makassar (swarahamindonesianews)

Peluang Partai Berkarya untuk lolos menjadi parpol peserta Pemilu 2024, sejauh ini, posisinya masih sama dengan Partai-Partai lainnya, belum jelas dan masih samar-samar.

Disebut demikian, karena memang pendaftaran parpol untuk menjadi peserta Pemilu 2024, baru akan dimulai pada 1-7 Agustus 2022 untuk selanjutnya dilakukan verifikasi.

75 Parpol yang terdaftar di Kemenkumham saat ini, dipastikan mempunyai hak yang sama untuk mendaftar sebagai peserta Pemilu 2024 di KPU. Persoalannya cuma satu, mampukah ke 75 Parpol tersebut, lolos dari "saringan" KPU untuk menjadi peserta Pemilu ? ini bukan perkara gampang.

Bagi Parpol penghuni Parlemen, Bisa dipastikan tak ada soal, karena kerangka organisasi dan keanggotaan yang menjadi persyaratan mutlak KPU, sudah terbentuk, terstruktur dan tertata dengan rapi.

Lalu bagaimana dengan partai-partai gurem yang kebetulan masih mengantongi SK Kemenkumham tetapi kepengurusan dan keanggotaannya sudah tidak jelas. Lalu bagaimana pula dengan partai yang dililit kemelut dan sengketa internal seperti Partai Berkarya misalnya.

Partai Berkarya sebagai parpol peserta Pemilu 2019 dengan 140 orang anggotanya menjadi Anggota DPRD yang tersebar di beberapa Kabupaten/Kota  di seluruh Indonesia, sejatinya mampu melenggang dengan mudah menjadi parpol peserta Pemilu 2024.

Sayang, gerakan masif internal partai yang tiba-tiba menggelar Munaslub pada 11 Juli 2020 untuk melengserkan Hutomo Mandala Putra sebagai Ketua Umum, pun menjadi cikal yang membuat Partai ini terus mengambang bagai bui yang bergerak tak tentu arah.

Munaslub itu memang sukses "mencungkil" Tommy Soeharto dari kedudukannya, dengan terbitnya SK Kemenkumham No.17 yang mengesahkan Kepengurusan Partai Berkarya hasil munaslub dengan Ketua Umum Muhdi PR dan Sekjen Badaruddin A.Picunang pada 30 Juli 2020. Nama Partaipun sedikit mengalami perubahan menjadi Partai Beringin Karya (Berkarya). Inilah yang kemudian menjadi petaka berkepanjangan yang terus menggelinding hingga saat ini.

Pasca terbitnya SK No 17 tersebut, kesemrawutan pun dimulai. Pengurus di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota  pun menjadi terbelah. Ada yang tetap setia kepada Kepengurusan Tommy Soeharto, tetapi tidak sedikit yang ikut berpaling dan berkiblat pada kepengurusan Muhdi PR yang punya modal SK 17. 

Begitu pula dengan 140 orang anggota DPRD Partai Berkarya yang tersebar di seluruh Indonesia, ikut berpaling ke pemegang SK 17. Jika tidak, ancaman PAW pun melayang.

Tarik ulur kemudian terjadi, hingga akhirnya Tommy Soeharto menempuh jalur hukum, menggugat Kemenkumham  ke PTUN Jakarta pada 21 September 2020 untuk menuntut pembatalan SK 17 tersebut.

Pucuk dicinta wulanpum tiba, pada 16 Pebruari 2021 gugatan Tommy Soeharto dikabulkan. Majelis Hakim PTUN Jakarta memerintahkan Kemenkumham untuk membatallkan SK 17 tersebut.

Perkara ini memang nyaris saja inkrach sebab sampai hari ke 13 sejak putusan dibacakan, Kemenkumham tidak juga mengajukan upaya Banding. 

Semua pihak dibuat deg-degan,  tetapi kemudian pada hari ke 14 (hari terakhir untuk menyatakan Banding), pihak pemegang SK 17 langsung mengajukan Banding sebagai tergugat intervensi. Pihak Muhdi PR memang mengajukan diri menjadi tergugat intervensi dalam perkara ini di PTUN Jakarta. Maka proses Banding pun bergulir di PT TUN Jakarta.

Pada proses Banding, pihak Tommy Soeharto kembali menang. Putusan PT TUN Jakarta pada 3 Mei 2021, menguatkan putusan PTUN Jakarta. Skor menjadi 2-0.

Tak mau menyerah begitu saja, pihak pemegang SK 17 yakni kepengurusan Muhdi PR dkk, kembali mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

Ditengah bergulirnya proses Kasasi di Mahkamah Agung, gejolak internal  makin menjadi-jadi, khususnya di kubu pemeganh SK 17. Kubu Tommy Soeharto sendiri adem-adem saja mengikuti proses yang bergulir di Mahkamah Agung.

Puncak gejolak internalpum terjadi pada 7 Juni 2021, ketika Mahkamah Partai Beringin Karya (Berkarya) menjatuhkan sanksi berat berupa pemecatan terhadap Muhdi Purwopranjono (Muhdi PR) sebagai Ketua Umum Partai Beringin Karya (Berkarya). 

Sebelumnya, Mahkamah Partai Beringin Karya (Berkarya) juga sudah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Badaruddin Andi Picunang sebagai Sekretaris Jenderal Partai Beringin Karya (Berkarya) pada 27 Januari 2021.

Pemecatan-pemecatan itu dilakukan oleh Mahkamah Partai atas pertimbangan keduanya telah melakukan pelanggaran berat menyalagunakan kewenangan sebagaimana diatur oleh AD/ART Partai.

Atas pemecatan tersebut, Mahkamah Partai Beringin Karya (Berkarya) bersama Pengurus DPP lainnya, lalu menetapkan pelaksana tugas Pengurus DPP yakni Mayjen (Purw) Syamsu Djalal sebagai plt Ketua Umum dan Andi Patonangi sebagai plt Sekretaris Jenderal, yang akan menjabat hingga dilaksanakannya musyawarah nasional.

Pihak Muhdi PR dan Badaruddin A.Picunang sendiri, meski telah dipecat oleh Mahkamah Partai, tetap saja menggeliat selaku Ketua Umum dan Sekjen. Maklum saja, sebab SK 17 yang mengesahkan kedudukan keduanya, belum dicabut.

Malah SK No.17 tersebut kembali menguat, sebab ternyata gugatan Tommy Soeharto tumbang di Mahkamah Agung, melalui Putusan Kasasi pada 22 Maret 2022 yang membatalkan Putusan PTUN Jakarta, lalu memutuskan Gugatan Tidak Dapat Diterima alias di Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).

Pertimbangan Majelis Hakim menyatakan bahwa Pengadilan tidak mempunyai kewenangan mengadili perkara ini, sebab perkara ini adalah sengketa internal Partai yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Partai.

Putusan Kasasi ini mutlak mengakhiri perlawanan Tommy Soeharto. Partai Berkarya besutannya itupun "Wassalam". Meski masih ada ruang untuk menggugat ulang, tapi pasti percuma saja. Jadi lebih baik pasrah.

Lantas sudah selesaikah persoalan yang ada ?. Ternyata belum, justru episode baru dimulai.

Pasca putusan Kasasi keluar, Muhdi PR dkk menggelar Munas di Jakarta pada 25 Mei 2022 lalu.  Di saat yang sama, Badaruddin A.Picunang, juga menyelenggarakan Munas ditempat berbeda dan mendaulat Neneng A.Tuti sebagai Ketua Umum. Wadduh.

Penyelenggaraan Munas keduanya pun berlalu begitu saja bagai hembusan angin yang tidak menghasilkan apa-apa.

Teranyar adalah penyelenggaran  Munas pada 18 Juni 2022 di Jakarta yang dilaksanakan oleh Mayjen (purw) Syamsu Djalal selaku Plt Ketua Umum Partai Beringin Karya (Berkarya) pasca dipecatnya Muhdi PR dan Badaruddin Picunang oleh Mahkamah Partai, yang kemudian melahirkan Pengurus Baru yakni Ketua Umum  Syamsu Djalal,  Sekjen Hendrawan Ramli dan Bendum Andi Patonangi.

Nah, akankah Pengurus baru DPP Partai Beringin Karya (Berkarya) priode 2022-2027 ini mampu membawa Partai ini menjadi parpol peserta Pemilu 2024 mendatang, kita tunggu sepak terjangnya.

(shami/yusuf adam ismail)


Posting Komentar untuk " Bagaimana Peluang Partai Berkarya Pada Pemilu 2024 Dibalik Kemelut"